PEWARTAINDO, KOTA KUPANG, NTT Imperialisme adalah biang kerok dari seluruh kemiskinan maupun penderitaan rakyat. Krisis umum berupa krisis over produksi yang di deritanya melahirkan skema penghisapan yang luar biasa, dengan menjalankan dikte secara ekonomi, politik, maupun kebudayaan di berbagai negeri-negeri berkembang seperti Indonesia. Kerusakan alam maupun bumi yang semakin parah akibat eksploitasi yang hebat dibawah kontrolnya, mengakibatkan jutaan rakyat di berbagai dunia harus menanggung segalah kerusakan lingkungan maupun bencana alam yang nyata terus terjadi di belahan dunia.
Ditengah krisis akud yang di derita imperialisme kemudian diperparah oleh masifnya kerusakan alam, imperialisme terus mendorong berbagai negara-negara berkembang untuk mulai menggunakan eneregi baru tabarukan untuk menggantikan energi fosil dengan dalil mengatasi berbagai krisis iklim yang sejatinya merupakan dampak dari produksi mereka yang sangat brutal dalam menjalankan produksinya. Secarah bersamaan, imperialisme juga melakukan standar ganda Nya dengan tetap mempertahankan eksplorasi energi fosil maupun Batu bara yang sangat jelas merusak lingkungan.
Di Indonesia sendiri, pemerintahan yang berkedudukan sebagai rezim boneka terus dipaksa menjadi pelayan setianya imperialisme untuk menjawab seluruh krisis akud yang dideritanya. Dengan dalil pembangunan untuk kepentingan umum Sekema kebijakan neoliberal terus dipaksakan yang berjalan beriringan dengan masifnya monopoli dan perampasan tanah rakyat seperti yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia untuk melakukan eksploitasi demi meraup super provit bagi kepentingan segelintir borjuasi besar komprador dan tuan tanah besar.
Sama halnya dengan daerah lain di Indonesia, pemerintahan Jokowi melalui menteri ESDM pada tahun 2017 menetapkan pulau Flores, Nusa Tenggara Timur sebagai pulau Panas Bumi dengan menjalankan promosi culasanya bahwa pulau ini akan menjadi pulau yang memiliki sumber listrik terbanyak di Indonesia dengan menujuk 16 titik sebagai titik utama berlangsung proyek ini.
16 titik tersebut di antaranya adalah, Ulumbu, Waisano, wai pesi, Gou Inelika, Mengeruda, Mataloko, Komandaru, oka ile ange, Sokaria, Jopu, Lesunggolo, Atadei, Roma- Ujelwung, Ndetusoko, Oyang Barang, dan buka piting.
Dalam berbagai studi itu juga disebutkan, secarah umum pulau Flores merupakan daerah Vulkanik dengan gunung api aktif sebanyak 13 , lima gunung api merupakan lokasi panas bumi. Ulumbu satu sumber yang terletak di gunung Pocoleok. Pemanfaatan energi panas bumi di ulumbu dilakukan berdasarkan SK Dirgen Mineral dan batu bara Nomor 3042/33/DJB/2009 tertanggal 28 Oktober 2009. Sampai pada tahun 2022 PLTP Ulumbu telah memilik empat unit yag baru menghasilkan sekitar 10 MW.
Sementara dalam studinya, PLN menyebutkan, Potensi listrik yang dimiliki Ulumbu mencapai 100 MW. Kementrian energi sumber daya mineral bahkan menyebut potensi listrik di sekitaran Ulumbu mencapai 187, 5 MW. untuk menindaklanjuti hal tersebut maka pada tahun 2018 PLN menandatangani pinjaman untuk pendanaan pengembangan untuk PLTP unit 5,6 dan PLTP Mataloko unit 2-3 sebesar 150 kfW ( Kreditastait fur wiederaufbau) Divloment Bank dengan bentuk pinjaman langsung tanpa jaminan pemerintah. Pinjaman tersebut digunakan untuk pendanaan geothermal energy programe. Dimana penandatanganan pinjaman tersebut di langsungkan pada acara forum Indonesia investemen, IMF-WB Group annual meetings 2018 di nusa dua, Bali. Hal ini menunjukkan bagaimana skema imperialisme guna mendapatkan jalan bagi lancarnya operasi ekspor kapitalnya telah berhasil didiketekan dan dijalankan oleh pemerintah boneka Indonesia. Keadaan yang demikian telah memberi jalan bagi imperialisme guna mengatasi over kapitalnya yang seterusnya akan memberikan jalan bagi imperialisme untuk menjalankan kepentingannya yang lain seperti pemenuhan bahan baku , tenaga kerja murah, pasar bagi produk mereka, dan wilayah yang bisa jadi sasaran eksport kapitalnya baik dalam bentuk investasi, utang, dan hibah.
Imbasnya adalah Masalah lingkungan yang harus di terima rakyat akibat proyek PLTP Ulumbu 5&6 ini diantaranya seperti yang terjadi di kampung Wewo, damu dan tantong. Dimana di kampung-kampung tersebut air yang mereka gunakan untuk keperluan sehari-hari telah tercemar oleh limbah PLTP Ulumbu 1-4. PLTP juga mengakibatkan kerusakan padah lahan pertanian mereka sehingga menurunkan hasil pertanian mereka. Masalah lain dari lingkungan yang terucap adalah bencana alam , yaitu penurunan tanah sedalam tiga meter di nekek, lokasi yang berjarak 200 meter dari PLTP Ulumu 1-4. Di sisi lain, Poco Leok adalah daerah yang sangat rentan terjadi longsor. Hal ini terbukti dari setiap tahun sering terjadi longsor di daerah tersebut jika intensitas hujan yang tinggi. Bahkan perna terjadi keretakan 6-10 cm dan panjang 300 M di kampung adat Mesir, sekitar tiga kilometer dari lokasi PLTP Ulumbu 1-4. Akibat kejadian itu, warga ahirnya di relokasi di Golo Rua,kampung baru.
Selain masalah lingkungan, Maslah kesehatan juga dialami rakyat akibat tercemarnnya air oleh limba PLTP ahirnya banyak yang mengalami diare, gas hidrogen sulfida yang dikeluarkan oleh cerobong asap PLTP juga mengakibatkan rakyat mengidap penyakit saluran pernapasan. Merujuk pada data BPS kabupaten manggarai , desa Wewo adalah penyumbang terbesar korban penyakit infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA) dari tahun 2017-2019.
Di sisi lain guna melancarkan proyek ini, baik pemerintah maupun PLTP tak segan untuk memecah bela rakyat. Salah satu cara yang selalu digunakan adalah dengan cara melahirkan kesepakatan pembebasan lahan dengan pemilik ulayat tertentu tanpa melibatkan seluruh pemegang ulayat. Selain itu janji perusahaan kepada rakyat untuk memperkerjakan warga lokal juga telah melahirkan konflik sosial. Kecemburuan anatara warga di masing-masing kampung apalagi saat ini, hanya 7 orang dari warga desa yang bekerja di PLTP Ulumbu. Kenyataan tersebut tentu berbanding terbalik dengan pernyataan PLTP, pemerintah pusat, pemerintah provinsi NTT yang menyatakan pembanguan dan pengembangan PLTP ini,dapat meningkatkan ekonomi rakyat dengan membuka lapangan kerja.
Dari situasi ini maka bisa di nilai bahwasanya segalah proyek yang beesandar pada kekuatan kapital finance milik imperialisme adalah mega proyek yang bukan untuk kepentingan rakyat namun semakin membawah penderitaan bagi rakyat itu sendiri. Untuk itu kami dari aliansi penolakan geothermal poco leok menuntut dan menyatakan sikap,
1) Tolak pembangunan Geothermal Poco Leok
2) mendesak Bupati manggarai segerah cabut izin geothermal poco leok
3) Hentikan segalah bentuk tindakan intimidasi, reprresifitas, dan kriminalisasi terhadap rakyat
4) Hentikan segalah bentuk politik pecah belah rakyat, dan pemerintahan harus bertanggung jawab atas konflik horizontal yang terjadi
5) mendesak Bank kfw segera menghentikan pendanaan pembangunan geothermal poco leok
6) Cabut keputusan menteri ESDM No 268k/30/mem/ 2017
7) bebaskan Nikodimus mena,o tanpa syarat
8) tolak kenaikan UKT dan hentikan tindakan Anti Demokrasi yang di pertontonkan oleh pihak birokrasi kampus undana terhadap ormawa dan seluruh mahasiswa di undana
9) tegakan pasal UU 1945
10) Jalankan Revorma agraria sejati dan bangun industrialisasi Nasional yang mandiri dan Berdaulat.
Organisasi yang tergabung dalam Aliansi Tolak Geothermal Poco Leok yaitu FMN, IMAM, PERMMABAR, HIPPMATIM, PERMAI, WALHI, LMND dan PERMAI, PRODEM.
0 Komentar