Pantaskah Jendral Kehormatan untuk Prabowo Subianto?



Oleh : Ellen Frani aktivis Bhinneka Tunggal Ika dari Kalimantan Utara 

Situasi Politik di Negara kita hari ini bener-bener rusak dan diluar nalar waras masyarakat yang berAdab dan beretika.

Hukum yang seharusnya berenang di samudera etika tapi saat ini di tenggelamkan secara paksa agar mati,penghancuran demokrasi dan hukum yang mengabaikan etika  itu di mulai dari Keputusan MK,dan berlanjut pada putusan DKPP, diteruskan dengan mempolitisasi Bansos secara gila-gilaan bahkan Presiden Jokowi  sendiri sebagai Aktornya. Sekarang diperparah lagi dengan diberikannya Pangkat Jendral Kehormatan bintang empat kepada Prabowo Subianto, bagaimana mungkin orang yang sudah diberhentikan tapi malah  di beri Pangkat kehormatan, sudah benar-benar di luar akal sehat, karena yang namanya diberhentikan dengan berbagai masalah yang di ungkap sangat jelas dalam putusan DKP atau Dewan Kehormatan Perwira, maka karier nya sebagai militer seharusnya sudah selesai. 

Sebagai rakyat kami di buat tidak paham dengan apa yang dipikiran jokowi, bak orang kesetanan bertindak semau-mau nya.Sebagai Presiden, seharusnya Jokowi bisa menilai guna kan akal sehat apakah layak atau tidak,bukan ugal-ugalan dengan membuat alasan di ajukan Panglima, dan berfikirlah rasional, jangan bertindak sekehendak hati. Presiden sebagai Panglima tertinggi seharusnya paham, siapa saja yang layak dipertimbangkan untuk mendapatkan Pangkat kehormatan tersebut.

Dalam sistem kemiliteran Indonesia, pangkat kehormatan merupakan satu dari sejumlah sistem kepangkatan khusus. Pada saat ini dasar hukum pangkat kehormatan sudah tidak ada lagi setelah klausul mengenai hal tersebut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1959 dihapuskan oleh penggantinya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1990 yang ditetapkan oleh Presiden Soeharto. Memang pangkat kehormatan ini pernah diberikan kepada Susilo Bambang Yudoyono, AM Hendro Priyono dan yang lainnya, akan tetapi mereka bukan militer yang diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Perwira, seperti Prabowo Subianto, dengan rekam jejak "buruk" tapi  menerima pangkat kehormatan  pada tanggal 28 Februari 2024.

Pertanyaan saya apakah Jokowi menganggap seorang Jendral itu hanya sebagai boneka.? Atau mungkin Jokowi beranggapan untuk meraih Bintang di pundak seorang Jendral itu hal yang mudah? berbagai asumsi muncul di tengah masyarakat terkait sikap Jokowi di akhir jabatannya.

Apakah Jokowi tidak menghargai Prajurit-prajurit kebanggaan Ibu Pertiwi? Apakah Jokowi sudah melupakan tangisan seorang ibu yang sampai hari ini anaknya tidak kunjung pulang karena menjadi korban tragedi 98? 

Catatan sejarah kelam pelanggaran HAM yang sampai hari ini fakta keterlibatan Prabowo belum bisa di bantah dengan bukti yang lebih terang dari cahaya. Sesuatu yang bener-bener di luar akal sehat terjadi di Indonesia. Lalu atas dasar apa pangkat kehormatan Bintang empat tersebut Jokowi sematkan kepada Prabowo? Yang Jokowi juga punya jejak digital 2019 menyampaikan empati dan prihatin kepada keluarga korban 98 dan Jokowi pernah berjanji akan menuntaskan kasus HAM,sebenarnya secara moral Jokowi ini bagaimana ? 

Hal ini sama artinya Jokowi sudah menganulir PERPRES Non Yudisial tentang pelanggaran HAM Berat. Secara tidak langsung Jokowi sama dengan melecehkan keputusan DKP yang diantaranya terdiri dari  Jendral Susilo Bambang Yudoyono, Agum Gumelar, serta Wiranto sebagai Panglima ABRI sebagai pengambil keputusan saat itu.

Dalam keputusan yang dibacakan oleh Wiranto saat, Dewan Kehormatan Perwira dengan jelas memberhentikan  Prabowo karena prilaku nya,  yang dianggap terlibat dalam kasus penghilangan secara paksa aktifis pro demokrasi, dan juga di anggap sebagai pelanggar HAM berat oleh KOMNAS HAM. Setelah di berhentikan tidak ada hal baik yang secara signifikan dari Prabowo,untuk bisa dijadikan dasar sebagai bahan pertimbangan.

Setelah tidak menjadi  "Petugas Partai" prilaku Jokowi sangatlah liar, seluruh norma yang melandasi suatu undang-undang ditabrak. Mau dibawa kemana Negara ini kalau adab dan etika sebagai ruh dari tatanan bernegara di matikan. Jadi sudah seharusnyalah para legeslator menjalankan hak konstitusi nya seperti HAK ANGKET, agar masyarakat tidak mencari jawaban sendiri.

Ada dua hal yang perlu di jawab Presiden terkait kegaduhan ini. 

Pertama tentang Pelanggaran Pemilu

Kedua tentang anugrah Pangkat Jendral Kehormatan. Karena apa yang dilakukan dengan cawe-cawe Presiden sudah diluar kepatutan orang-orang yang berfikir waras.Mulai  putusan Mahkamah Kontitusi yang merubah Gugatan no 90, dan puncaknya saat memberikan pangkat Jendral Kehormatan kepada Prabowo. Dan ini perlu  dijelaskan dalam bentuk Hak Angket agar masyrakat tidak dibuat bingung sehingga bisa membuat ke gaduhan bahkan perpecahan anak bangsa. Dan masyarakat juga ingin tahu apa sebenarnya  yang ada  pada pikiran dan hati Jokowi,yang dulu di perjuangkan dengan harapan membenahi Indonesia menjadi lebih baik,atau Jokowi menganggap Politik dan bernegara ini hanya game saja.

Rakyat sudah muak dengan prilaku bar bar seorang Presiden yang seharusnya di akhir jabatan bisa di kenang sebagai Pemimpin yang baik yang menjadi pelindung Hak Rakyat yang patut menjadi tauladan,tapi justru sebaliknya Jokowi adalah sumber kekacauan saat ini, kenyataan pahit yang membelenggu hati rakyat menjelang purna Jokowi sebagai Presiden,yang tentu akan menjadi catatan buruk bagi Jokowi dan tentunya menimbulkan persepsi buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Sudahlah Pak Jokowi Hentikan kegilaan ini. Rakyat sudah sangat muak,ucap Ellen Frani Perempuan Dayak dari Kalimantan Utara yang konsisten memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender.

0 Komentar