Respon Kekerasan dan Kriminalisasi Terhadap Jurnalis, AJI Deklarasikan Komite Advokasi Jurnalis Jatim




PEWARTAINDO.COM, SURABAYA, JAWA TIMUR | Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jawa Timur bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lentera dan Federasi KontraS Surabaya resmi deklarasikan Komite Advokasi Jurnalis (KAJ) Jatim pada 12 Desember 2024, sebagai bentuk respon terhadap tingginya kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap Jurnalis di Jawa Timur. AJI Indonesia mencatat, kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap Jurnalis pada 2023 sebanyak 89 kasus atau naik 61 kasus jika dibandingkan dengan tahun 2022.

Jawa Timur sendiri menjadi provinsi dengan angka kasus tertinggi dengan persentase hampir 10 persen dari jumlah keseluruhan, yakni 98 kasus. Hingga awal Februari 2024, sudah 9 kasus yang sudah dilaporkan, dimana Tahun Politik terutama Pemilu menambah eskalasi kekerasan terhadap Jurnalis.

Sebagai salah satu contoh, sejumlah elit politik bahkan dalam pidatonya di hadapan ribuan orang, secara terang-terangan mengintimidasi jurnalis. Aparat yang diharapkan dapat melindungi kerja jurnalis justru seringkali menjadi pelaku utama kekerasan terhadap jurnalis dan musuh kebebasan pers.

Salah satu kasus yang menarik perhatian publik adalah kekerasan yang dialami jurnalis Tempo, Nurhadi saat menjalankan tugas jurnalistiknya pada Sabtu, 27 Maret 2021 di Surabaya. Nurhadi disekap dan dikeroyok sejumlah orang termasuk 2 polisi aktif. Kasus ini tuntas dan incracht setelah 2,5 tahun berjalan. Saat itu, Nurhadi dan AJI Surabaya, didampingi tim advokasi dari LBH Lentera, Federasi Kontras Surabaya dan LBH Pers.

Dari advokasi Nurhadi inilah, tim pendamping hukum menilai, semangat advokasi harus dijaga dan dipelihara karena kasus serupa bukan mustahil kembali terjadi di Jawa Timur. Belajar dari advokasi yang ditangani selama ini, dibutuhkan satu perspektif yang sama dalam merespon kekerasan terhadap jurnalis. 

  • Pertama, bahwa kekerasan apapun bentuknya, termasuk kriminalisasi dan sensor, mengancam hak publik untuk tahu atas informasi.
  • Kedua, advokasi harus melibatkan semua unsur termasuk masyarakat, organisasi profesi dan perusahaan pers.
  • Ketiga, advokasi harus dilakukan sampai tuntas demi pemenuhan hak-hak korban.
  • Keempat, akses pendampingan terhadap jurnalis harus diperluas jangkauannya, termasuk kepada jurnalis dari berbagai organisasi profesi seperti pers mahasiswa dan jurnalis warga yang selama ini rentan menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi.

Dengan semangat ini, pihak-pihak yang terlibat dalam advokasi kasu Nurhadi, mendeklarasikan Komite Advokasi Jurnalis (KAJ) Jawa Timur. Deklarasi ini ditandai dengan penandatanganan kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) di Surabaya. Kesepakatan ini ditandatangani bersama oleh Ketua AJI Surabaya, AJI Malang, AJI Bojonegoro, AJI Kediri, AJI Jember, LBH Lentera dan Federasi Kontras Surabaya.

Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer Panca mengatakan bahwa keberadaan KAJ sangat penting untuk memastikan kerja-kerja advokasi terhadap pelaku pers yang mengalami kekerasan agar mendapatkan penanganan dan perlindungan yang cepat dan terencana.




0 Komentar